7/14/2019

BALASLAH DENGAN BALASAN SETIMPAL


Maka Balaslah dengan
BALASAN SETIMPAL
 
US-led coalition admits use of white phosphorus in Mosul amid mounting criticism
Ketika musuh menyerang kaum wanita dan anak-anak yang saat ini dikatakan sebagai warga sipil, maka diperbolehkan juga menyerang kaum wanita dan anak-anak musuh yang disebut sebagai warga sipil. Sebagai pengamalan prinsip resiprokal (konsep membalas perbuatan mereka dengan cara yang sama/ ). Allahu Ta’ala berfirman, Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nahl: 126)
Persoalan ini sangat jelas sejelas matahari di siang bolong; seorang muslim dibolehkan membalas dengan balasan yang sama. Maka diperbolehkan membunuh anak-anak, wanita, dan orang-orang tua mereka, sebagaimana mereka membunuh wanita, anak-anak, dan orang-orang tua kita, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala: Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa,(Al-Baqarah: 194)
Sebagaimana dikatakan Imam Al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu,” (An-Nahl: 126) Dia mengatakan, “Apabila musuh mengambil dan membunuh kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin, maka dibolehkan bagi kaum muslimin untuk membalasnya dengan perbuatan sama, untuk mencegahnya.”
Dan ditetapkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tentang membalas perbuatan yang sama, dalam hadits riwayat Anas bin Malik radhiallahu’anh : “Sekelompok manusia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian mereka masuk Islam dan mengeluhkan suatu penyakit kepada Rasulullah. Mereka meminta air susu kepada Rasulullah. Beliau berkata kepada mereka, ‘Aku tak bisa berbuat apa-apa selain menyarankan kalian untuk mendatangi unta Rasulullah.’ Beliau memerintahkan mereka untuk meminum air seni dan susunya. Mereka pun kemudian mendatangi unta Rasulullah, lalu meminum air seni dan susunya hingga gemuk dan sehat. Namun mereka malah membunuh sang penggembala, mencongkel kedua matanya, dan merampas unta-unta. Datanglah kabar tersebut, kemudian Rasulullah mengutus pasukan untuk memburu mereka. Tatkala matahari meninggi, mereka pun didatangkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai tawanan. Beliau memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, serta tidak menghentikan penghukuman kepada mereka, dan mencongkel mata mereka. Lalu mereka dibuang di Al-Harrah, sebuah kawasan berbatu hitam di Madinah yang terkenal. Mereka dibuang di kawasan tersebut karena ia dekat dengan tempat di mana mereka membunuh sang penggembala, dan cuaca saat itu sangat panas.”
jika demikian halnya kewajiban kisas di antara kaum muslimin, serta menunaikan prinsip perbuatan serupa dan sebanding di dalamnya, maka hal ini lebih utama lagi bagi orang-orang kafir. Kita harus membalas mereka sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan kepada kita, dan kita perlakukan mereka seperti mereka memperlakukan kita.
Syariat telah menetapkan satu kaidah membalas perbuatan serupa dalam rangka penunaian hak-hak, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu,” (Al-Baqarah: 194) dan firman-Nya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu,” (An-Nahl: 126)
Ayat-ayat tersebut bersifat umum dalam segala hal. Ayat tersebut tidak khusus diperuntukkan bagi konteks asbabunnuzulnya (peristiwa, perkataan, atau perbuatan yang terjadi pada masa tertentu yang melatarbelakangi atau menjadi penyebab turunnya ayat Al-Quran, Penj.). Ini mengingat, ada kaidah syar’i yang menyatakan bahwa al-’ibrah bi ‘umum al-lafzh la bi khusush as-sabab (hukum diambil berdasarkan keumuman lafazh bukan karena kekhususan sebab). Akan tetapi, dalam kondisi mereka memperkosa wanita-wanita kita, apakah kita boleh memperkosa wanita mereka? Tidak boleh memperkosa wanita mereka, karena hal ini diharamkan berdasarkan nau’-nya (esensi/ jenis perbuatan). Tidak mungkin kita melakukan hal itu, karena keharamannya bukan berdasarkan prinsip menghormati hak orang lain, namun haram berdasarkan nau’-nya. Tapi apabila wanita mereka berposisi sebagai sabiyah (hamba sahaya), maka dia adalah kepemilikan penuh (al-milk al-yamin).
Bila kalajengking datang, kita pun kembali
Dan sandal pun telah siap untuk beraksi

Source: AL FATIHIN 10


 the execution of the captive Jordanian pilot
 


Smoke is seen following an airstrike on the western frontline of Raqqa on July 17, 2017, during an offensive by the U.S.-backed Syrian Democratic Forces
 
An explosion results from U.S.-led airstrikes on Raqqa

US-led coalition warplanes 'shower IS' Syria bastion Raqqa with white phosphorus'
Digital Journal — US-led forces apparently use white phosphorus in anti-IS fight
The US-Led Coalition Burns Raqqa with White Phosphorus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...