Maka Balaslah dengan
BALASAN SETIMPAL
Ketika musuh menyerang kaum wanita dan anak-anak yang saat ini
dikatakan sebagai warga sipil, maka diperbolehkan juga menyerang kaum wanita
dan anak-anak musuh yang disebut sebagai warga sipil. Sebagai pengamalan
prinsip resiprokal (konsep membalas perbuatan mereka dengan cara yang sama/ ).
Allahu Ta’ala berfirman, “Dan jika kamu memberikan
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nahl:
126)
Persoalan ini sangat jelas sejelas matahari di siang bolong; seorang
muslim dibolehkan membalas dengan balasan yang sama. Maka diperbolehkan
membunuh anak-anak, wanita, dan orang-orang tua mereka, sebagaimana mereka
membunuh wanita, anak-anak, dan orang-orang tua kita, berdasarkan keumuman
firman Allah Ta’ala: “Oleh sebab itu barangsiapa
yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang
bertakwa,” (Al-Baqarah: 194)
Sebagaimana dikatakan Imam Al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat “Dan
jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu,” (An-Nahl: 126) Dia mengatakan, “Apabila musuh mengambil dan membunuh kaum wanita
dan anak-anak kaum muslimin, maka dibolehkan bagi kaum muslimin untuk
membalasnya dengan perbuatan sama, untuk mencegahnya.”
Dan ditetapkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tentang
membalas perbuatan yang sama, dalam hadits riwayat Anas bin Malik radhiallahu’anh
: “Sekelompok manusia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
kemudian mereka masuk Islam dan mengeluhkan suatu penyakit kepada Rasulullah.
Mereka meminta air susu kepada Rasulullah. Beliau berkata kepada mereka, ‘Aku
tak bisa berbuat apa-apa selain menyarankan kalian untuk mendatangi unta
Rasulullah.’ Beliau memerintahkan mereka untuk meminum air seni dan susunya.
Mereka pun kemudian mendatangi unta Rasulullah, lalu meminum air seni dan
susunya hingga gemuk dan sehat. Namun mereka malah membunuh sang penggembala,
mencongkel kedua matanya, dan merampas unta-unta. Datanglah kabar tersebut,
kemudian Rasulullah mengutus pasukan untuk memburu mereka. Tatkala matahari
meninggi, mereka pun didatangkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai tawanan. Beliau
memerintahkan untuk memotong tangan dan kaki mereka, serta tidak menghentikan
penghukuman kepada mereka, dan mencongkel mata mereka. Lalu mereka dibuang di
Al-Harrah, sebuah kawasan berbatu hitam di Madinah yang terkenal. Mereka
dibuang di kawasan tersebut karena ia dekat dengan tempat di mana mereka
membunuh sang penggembala, dan cuaca saat itu sangat panas.”
jika demikian halnya kewajiban kisas di antara kaum muslimin,
serta menunaikan prinsip perbuatan serupa dan sebanding di dalamnya, maka hal
ini lebih utama lagi bagi orang-orang kafir. Kita harus membalas mereka sesuai
dengan perbuatan yang mereka lakukan kepada kita, dan kita perlakukan mereka
seperti mereka memperlakukan kita.
Syariat telah menetapkan satu kaidah membalas perbuatan serupa
dalam rangka penunaian hak-hak, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Oleh
sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu,” (Al-Baqarah: 194) dan firman-Nya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka
balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu,” (An-Nahl: 126)
Ayat-ayat tersebut bersifat umum dalam segala hal. Ayat tersebut
tidak khusus diperuntukkan bagi konteks asbabunnuzulnya (peristiwa,
perkataan, atau perbuatan yang terjadi pada masa tertentu yang melatarbelakangi
atau menjadi penyebab turunnya ayat Al-Quran, Penj.). Ini mengingat, ada kaidah
syar’i yang menyatakan bahwa al-’ibrah bi ‘umum al-lafzh la bi khusush
as-sabab (hukum diambil berdasarkan keumuman lafazh bukan karena kekhususan
sebab). Akan tetapi, dalam kondisi mereka memperkosa wanita-wanita kita, apakah
kita boleh memperkosa wanita mereka? Tidak boleh memperkosa wanita mereka,
karena hal ini diharamkan berdasarkan nau’-nya (esensi/ jenis perbuatan). Tidak
mungkin kita melakukan hal itu, karena keharamannya bukan berdasarkan prinsip
menghormati hak orang lain, namun haram berdasarkan nau’-nya. Tapi apabila
wanita mereka berposisi sebagai sabiyah (hamba sahaya), maka dia adalah
kepemilikan penuh (al-milk al-yamin).
Bila kalajengking datang, kita pun kembali
Dan sandal pun telah siap untuk beraksi
the execution of the captive Jordanian pilot |
Smoke is seen following an airstrike on the western frontline of Raqqa on July 17, 2017, during an offensive by the U.S.-backed Syrian Democratic Forces |
An explosion results from U.S.-led airstrikes on Raqqa |
US-led coalition warplanes 'shower IS' Syria bastion Raqqa with white phosphorus' |
Digital Journal — US-led forces apparently use white phosphorus in anti-IS fight |
The US-Led Coalition Burns Raqqa with White Phosphorus |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar