DAULAH ISLAM
SEBELUM AL-MALHAMAH
(MUHAJIRIN KE BUMI
MALAHIM)
Imam Abu Mus’ab Az-Zarqawi (rahimahullah) berkata: “Sungguh aku
bersumpah demi Dzat yang kelak aku akan kembali kepada-Nya, jihad yang sejati
di Irak tidak akan pernah terwujud tanpa keberadaan para muhajirin, putera-putera
umat yang dermawan, yang keluar meninggalkan kabilah-kabilah mereka, yang
membela Allah dan Rasul-Nya (sallallāhu ‘alayhi wa sallam). Maka jangan sampai kalian
kehilangan mereka, sebab hilangnya mereka berarti hilangnya kekuatan kalian.
Hilangnya mereka berarti hilang pula berkah dan kelezatan jihad. Maka sungguh
kalian tidak bisa lepas dari mereka, sebagaimana mereka pun tidak bisa terlepas
dari kalian.” [Takkan kubiarkan Dien ini tergerogoti, selagi aku masih hidup].
Segala puji bagi Allah, yang Maha Agung lagi Maha Mulia, dan semoga
shalawat serta salam dilimpahkan kepada Nabi yang banyak tersenyum lagi banyak
berperang, Muhammad serta kepada ahli bait-nya yang mulia lagi suci. Amma ba’du, Jika para muwahhid mencari di
setiap buku yang ditulis oleh para ahli sejarah, dia tidak akan menemukan kisah
dari negara manapun yang mirip seperti Daulah Islam, terutama sebagaimana
Daulah ini muncul setelah kebangkitannya di bawah sayap kepemimpinan
Amirul-mu’minin Abu Bakr (Semoga Allah menolongnya dan meneguhkannya). Adakah
negara manapun yang didirikan dalam sejarah manusia dengan cara yang sama
seperti kebangkitan1 Daulah
Islam dengan ekspansinya ke bumi Syam?
Renungkanlah -semoga Allah merahmati kalian-Daulah yang pernah ada
didalam sejarah, baik itu Daulah Islam atau Daulah Kuffar. Adakah diantara
Daulah itu yang didirikan dengan Hijrahnya orang-orang asing dan miskin dari
Timur dan Barat, yang mana kemudian mereka berkumpul dalam sebuah “Bumi
peperangan yang Asing” lalu mereka memberikan baiatnya kepada seorang laki-laki
yang “tidak dikenal” oleh mereka, sedangkan bersamaan dengan itu terjadi perang
politik, ekonomi, militer, media dan intellijen yang sedang dilancarkan oleh
seluruh Negara di dunia ini terhadap agama mereka, Daulah mereka, dan Hijrah
mereka? Dan walaupun faktanya bahwa mereka tidak memiliki “nasionalitas”, etnik, bahasa atau tujuan duniawi yang sama, bahkan
mereka tidak saling mengenal sebelumnya! Fenomena ini adalah sesuatu yang tidak
pernah terjadi dalam sejarah manusia, kecuali di dalam Daulah Islam! Dan tidak
ada hal semacam ini yang akan terjadi setelahnya kecuali jika masih berhubungan
dengannya; Wallahua’lam.
Bahkan dalam kasus Daulah Madinah, yang mana telah
didirikan melalui darah para Sahabat (radhiallahu’anhum), lalu kebanykan para
muhajirinnya adalah dari kabilah Quraisy. Mereka memiliki beberapa faktor yang
menyatukan mereka, diantaranya faktor keturunan, pernihkahan, bahasa (dan
dialek), saling mengenal, sejarah yang sama dan asal-usul yang sama yaitu bumi
Hijaz. Mereka juga pada umumnya telah membagi banyak dari kesamaan ini dengan
kabilah Anshar dari Madinah bahkan sebelum Islam2. Akan tetapi jika
kalian pergi menuju medan-medan perang lain.., kalian akan menemukan para
pasukan dan para komandan yang terdiri dari bermacam-mcam warna kulit, bahasa
dan tempat asal; (diantaranya berasal dari): Najdi, Jordan, Tunisia, Mesir,
Somalia, Turki, Albania, Checnya, Indonesia, Russia, Eropa, America, dan sebagainya.
Mereka meninggalkan keluarga dan tanah air mereka untuk berjuang bersama Daulah
para muwahhidin di bumi Syam, dan mereka tidak pernah mengenal satu sama lain
kecuali setelah mereka tiba di bumi Syam, Saya tidak punya keraguan sedikitpun
bahwa Daulah ini, -yang mana telah mengumpulkan jumlah Muhajirin terbesar di
bumi Syam dan telah menjadi pengumpul muhajirin terbesar di dunia ini-adalah
sebuah ‘keajaiban sejarah’ yang hanya akan muncul untuk membuka jalan bagi
“Al-Malhamah Al Kubra” (Pertempuran terbesar menjelang hari kiamat).
Wallahua’lam. Daulah Islam telah menjadi sebuah realita yang mana setiap orang
dapat melihatnya. Bahkan para Murtaddin tidak dapat mengabaikan ancamannya,
apalagi para penyembah Salib dan para Yahudi. Namun bagi mereka yang
secara palsu mengaku terkait dengan jalan jihad, malah berpaling dari Daulah
islam, bahkan secara terbuka mengumumkan permusuhannya terhadap Daulah Islam
dalam sebuah ‘kompetisi yang ajaib‘ bersama-sama dengan para salibis dan
murtaddin.
Subhanallah, betapa sangat berharga Daulah Islam ini! Dan sungguh
dahsyat nikmat yang diberikan oleh Allah dengan membimbing Daulah Islam dan
menganugerahkan kepadanya dengan persaudaraan para muhajirin yang mana mereka
akan terjun ke dalam al-Malahim! Agama seseorang sesuai dengan agama
teman-teman dekatnya, dan tidaklah dia mencintai seseorang kecuali pasti dia
akan dikumpulkan bersamanya pada ‘Hari Kebangkitan‘,baik suka maupun tidak
suka.
BAGIAN 2 :
MEREKA YANG BERPISAH
DARI KABILAH MEREKA
Ibn Mas’ūd (radiyallāhu ‘anh) berkata bahwa Rasulullah
(sallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya
Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana
awal mula kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada
yang bertanya, “Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang asing?”. Beliau
menjawab, “Yaitu orang-orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah
(suku-suku) mereka.” [Riwayat Imam Ahmad, ad-Darimi, dan Ibn Majah, dengan
sanad Shahih]
Imām Abū Mus’ab az-Zarqāwī (rahimahullah) berkata, “Allah telah menggambarkan para
Ghuraba’(orang-orang asing) ini dengan beberapa karakteristik,
diantara adalah mereka ‘nuzza’ dari orang -orang, atau ‘nuzza’ dari kabilah mereka. Kata ‘nuzza’
adalah bentuk jamak dari ‘nazi’ dan arti dari ‘nazi’ adalah orang asing yang
memisahkan diri dari keluarga dan kabilahnya [artinya dia pergi dan menjauhkan
dirinya dari mereka], dan ‘naza’i’ dari unta memaksudkan dengan para muhajirin
yang telah ‘Dengan hadits ini Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) Allah ta’ala” [al-Qābidūna ‘alal-Jamr].
Al-Baghawī (rahimahullāh) berkata dalam “Syarhus-Sunnah”, “Rasulullah
(sallallāhu ‘alayhi wa sallam) memaksudkan dengan
para muhajirin yang telah meninggalkan tanah air mereka dan berhijrah demi
Allah ‘azza wa jall.” Ibnul-Atsir (rahimahullah) juga menyatakan demikian dalam
“an-Nihayah.” As –Sindi menyatakan bahwa mereka adalah “Mereka yang meninggalkan
tanah airnya untuk menegakkan Sunnah-sunnah Islam” [Kifāyatul-Hājah].
Al-Kalābādhī berkata, “Jadi jika situasinya demikian [maksudnya, dien ini telah
menjadi asing bagi manusia], maka orang-orang yang beriman diantara manusia adalah ibarat orang-orang beriman
pada masa Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam). Maka seseorang yang meninggalkan
kabilahnya maka dia adalah seorang Muhajir yang berpisah dari keluarganya,
hartanya dan tanah airnya, dan beriman kepada Allah dan membenarkan kejujuran
(ucapan) Nabinya. Allah telah memuji orang--orang yang beriman atas iman mereka
terhadap yang ghaib, sebagaimana Allah berfirman, {Mereka yang beriman kepada
yang ghaib} [Al-Baqarah: 3]. Para shahabat Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) beriman kepada apa yang mereka saksikan
dan juga apa yang tidak bisa mereka saksikan, dengan keimanan mereka kepada
Allah dan Hari Kiamat tanpa pernah menyaksikan keduanya, dan mereka beriman
kepada Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) setelah melihat dan menyaksikan beliau.
Wahyu telah diturunkan kepada beliau ditengah-tengah para Shahabat, dan mereka
melihat tanda-tanda dan menyaksikan mu’jizat.
‘Golongan akhir’
dari Umat ini beriman kepada apa yang diimani oleh ‘golongan umat awal’
terhadap hal yang ghaib, dan beriman kepada apa yang diimani oleh golongan awal
dari umat sebagai saksi mata. Golongan akhir ini beriman kepada Rasulullah
(sallallāhu‘alayhi wa sallam), sedangkan mereka
tidak pernah menyaksikan beliau (sallallāhu‘alayhi wa sallam), dan karena itulah mereka menjadi
orang-orang yang paling menakjubkan dalam keimanannya, sebagaimana yang diriwayatkan
dalam hadits dari Ibn ‘Abbās (radiyallāhu ‘anhumā) bahwa Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda, ‘Orang yang paling menakjubkan
imannya adalah orang--orang yang datang sesudah (wafatnya) aku. Mereka beriman kepadaku
tanpa pernah melihatku. Dan mereka membenarkanku pernah melihatku. Mereka
itulah saudara- saudaraku.’ ’ [riwayat Imam Ahmad]” [Ma’ani al Akhbar].
Ibnul-Qayyim (rahimahullāh) berkata, “Sesungguhnya Allah subhānahū mengutus Rasul-Nya, sementara
manusia di bumi sedang mengikuti bermacam-macam agama. Diantara mereka ada
penyembah berhala, penyembah api, penyembah gambar, penyembah salib, Yahudi,
Mandaean, dan aliran filsafat. Ketika Islam pertama kali muncul, Islam
merupakan sesuatu yang aneh, dan bagi siapapun yang memeluknya dan menyambut
seruan Allah dan Rasul-Nya menjadi seseorang yang asing di wilayahnya, kabilahnya, keluarganya,
dan sukunya. Jadi mereka yang menyambut da’wah Islam meninggalkan kabilahnya.
Sebetulnya, para individu itu lah yang hijrah dari kabilah
dan suku mereka, dan masuk Islam. Oleh karena itu, pada hakikatnya mereka adalah
orang-orang asing, sampai Islam telah Nampak, da’wahnya tersebar, dan orang—orang berbondong-bondong memasukinya,
setelah itu mereka tidak menjadi asing lagi. Lalu Islam mulai terpecah dan
memudar, sampai kembali menjadi sesuatu
yang asing sebagaimana awal mulanya. Sebenarnya, Islam yang sejati yang ada
pada Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) dan para
Shahabatnya, adalah sesuatu yang jauh lebih asing hari ini, daripada ketika awal
kemunculannya, bahkan jika wajah dan karakteristiknya diketahui dan terkenal.
Karena Islam yang sejati itu sangat-sangat asing, dan pengikutnya adalah yang
paling asing diantara orang-orang asing yang ada diantara manusia.” [Madārijus Sālikīn].
Jadi, orang-orang asing (al Ghuraba’) adalah mereka yang
pergi meninggalkan keluarganya dan tanah airnya, berhijrah demi ridho Allah dan
demi menegakkan Dien-Nya. Pada zaman ‘ghutsā’ as-sayl’,
mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang paling menakjubkan imannya, dan yang
paling asing dari keseluruhan makhluk yang ada.
BAGIAN 3
SYAM ADALAH BUMI MALAHIM
Kemudian, para nuzza’1 ] berkumpul di Syam, bumi malahim dan bumi dari al-Malhamah al-Kubra.
Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wasallam) telah mengkabarkan tentang pertempuran yang akan
terjadi di Syam dan sekitarnya, seperti al-Ghutah, Damaskus, Dābiq (atau al-A’māq), sungai Eufrat, dan Konstantinopel (yang mana berada di dekat
Syam), dan juga Baytul-Maqdis (Jerusalem), pintu gerbang Lod, danau Tiberius,
sungai Jordan, Bukit Sinai, dan sebagainya. Dan beliau (sallallāhu ‘alayhi
wa sallam) telah mengaitkan bumi yang berbarokah ini (Syam) dengan banyak
kejadian yang berhubungan dengan al-Masih (Nabi Isa), Al-Mahdi dan Dajjal.
Abu-Darda’ (radhiyallahu ‘anh) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi
wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya benteng kaum muslimin pada hari al-Malhamah
al-Kubra (pertempuran terbesar di akhir zaman) berada di al-Ghutah, di samping
kota yang bernama Damaskus, salah satu kota terbaik di Syam” [shahih –
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, and al-Hakim].
Abdullah Ibn ‘Amr (radhiallahu’anhuma) berkata bahwasanya Rasulullah
(sallallāhu ‘alayhi
wa sallam) bersabda, “Aku
melihat tiang dari al-Kitab diambil dari bawah bantalku, maka aku mengikutinya
dan ada sebuah cahaya bersinar yang mengarah menuju Syam. Sesungguhnya iman
pada saat terjadi fitnah, adalah di Syam” [Shahih – diriwayatkan oleh
al-Hakim].
Abu Dzar (radhiallahu’anh) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi
wa sallam) bersabda, “Syam
adalah bumi termpat berkumpul dan menyebar [maksudnya tempat “Hari Kebangkitan”]”
[sahih-diriwayatkan oleh al-Bazzar dan yang lainnya].
Syaikh Hamūd at-Tuwayjirī (rahimahullāh), dalam mengomentari beberapa riwayat mengenai fitnah dan
pertempuran di Syam, berkata “Dalam riwayat-riwayat ini adalah bukti bahwa
Kelompok ath-Thaifah al-Mansūrah (kelompok yang akan dimenangkan oleh Allah)
akan berada di Syam pada saat mendekati kiamat nanti, karena Khilafah akan
tegak disana.
Mereka akan terus berada disana dan tetap menampakkan kebenaran sampai
Allah mengirimkan angin lembut dan mencabut nyawa dari setiap orang yang
memiliki iman di hatinya, sebagaimana yang telah ada dalam riwayat sahih bahwa
Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi
wa sallam) bersabda, ‘Sampai
Allah mendatangkan keputusannya sementara mereka tetap dalam kondisi demikian”
[Ithāful-Jamā’ah].
_______footnote_______
[1] Imam Abu Mus’ab az-Zarqawi (rahimahullah) berkata, “Allah telah
menggambarkan para Ghuraba’ (orang-orang asing) ini dengan beberapa
karakteristik, diantara adalah mereka ‘nuzza’ dari orang-orang, ataun ‘nuzza’
dari kabilah mereka. Kata ‘nuzza’ adalah bentuk jamak dari ‘nazi’ dan arti dari
‘nazi’ adalah orang asing yang memisahkan diri dari keluarga dan kabilahnya
[artinya dia pergi dan menjauhkan dirinya dari mereka], dan ‘nazai’ dari
unta-unta adalah orang luar. Al-Harawi (rahimahullah) berkata, “dengan hadits
ini Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) memaksudkan dengan para muhajirin
yang telah meninggalkan tanah air mereka dan berhijrah demi Allah ta’ala”
[al-Qabiduna’alal-Jamr].
BAGIAN 4 :
HIJRAH KE SYAM ADALAH
DARI MILLAH IBRAHIM
Hijrahnya para Ghuraba’(orang-orang yang asing) menuju Syam adalah
dalam rangka mengikuti Millah Ibrahim (‘alayhisallam) yang telah memberi suri teladan
dalam menyatakan permusuhan dan kebencian terhadap kaum musyrikin dan tawaghit mereka.
Abdullāh Ibn ‘Amr
(radiyallāhu ‘anhumā) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda, “Akan ada hijrah
setelah hijrah. Orang-orang terbaik di muka bumi adalah mereka yang tinggal di
tempat hijrahnya nabi Ibrahim (Syam). Lalu yang akan tersisa di bumi (selain
Syam) adalah seburuk-buruk manusia. Bumi memuntahkan mereka, Allah akan
membenci mereka, dan api akan mengumpulkan mereka bersama kera dan babi.” [hasan
– diriwayatkan oleh Imām Ahmad, Abū Dāwūd, dan al-Hākim]
Perkataan Rasulullah, “Lalu yang akan tersisa di bumi (selain Syam)
adalah seburuk-buruk manusia…[sampai
akhir hadits]” mengacu kepada periode setelah “Allah mengirimkan angin lembut
yang mencabut nyawa setiap orang yang memiliki iman dalam hatinya walau seberat
biji sawi. Kemudian yang tersisa hanyalah mereka yang tidak memiliki kebaikan
apapun dalam diri mereka” [Shahih Muslim].
Dalam riwayat lain, “Jadi angin lembut itu menggenggam mereka dibawah
ketiaknya, mencabut nyawa dari setiap orang yang beriman dan setiap muslim. Dan
di sana hanya akan tersisa seburuk-buruk manusia, yang berzina seperti para
kera [melakukan perzinaan dihadapan umum]. Maka atas merekalah Hari kiamat akan
ditegakkan” [Shahih Muslim].
Dan dalam riwayat lain, “Allah akan mengirim angin dingin dari arah
Syam, maka tidak seorangpun yang akan tersisa di muka bumi yang memiliki iman
atau kebaikan walau hanya seberat biji sawi kecuali akan dicabut (nyawanya)
oleh angin itu. Bahkan jika seseorang diantara kalian bersembunyi ditengah
tengah gunung sekalipun, angin itu akan memasukinya sampai mencabut nyawanya.
Lalu disana hanya akan tersisa seburuk buruk manusia, yang memiliki kelincahan
seperti burung (begitu cepatnya dalam melakukan maksiat dan memuaskan hawa
nafsunya) dan akal yang sekejam - binatang predator (dalam permusuhan dan penindasan satu sama lain).
Mereka tidak memiliki kebaikan apapun, mereka juga tidak mengingkari kejahatan
apapun.” [Shahih Muslim]
Angin lembut ini mencabut setiap nyawa dari orang beriman diseluruh
muka bumi : Al-Hijaz, Iraq, Yaman, Syam, dan seterusnya. Angin ini akan dikirim
ke permukaan dalam beberapa tahun setelah kematian Dajjal dan wafatnya Nabi Isa
al-Masih (‘alayhisallam) Syaikhul Islam Ibn Taymiyyah (rahimahullah) berkata,
“Islam pada saat mendekati Hari Kiamat akan lebih berwujud di Syam.[…] Jadi
orang-orang terbaik di muka bumi pada akhir zaman adalah mereka yang - tinggal di tempat hijrahnya Nabi Ibrahim
(‘alayhisallam), yang mana itu adalah Syam” [Majmū’ul-Fatāwā].
Ibn Taymiyyah (rahimahullah) juga berkata, “Maka beliau mengkabarkan
bahwa penduduk terbaik di muka bumi adalah mereka yang mendiami tempat hijrah
Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), berbeda dengan orang-orang yang hanya melewatinya
atau malah meninggalkannya[1]. Bumi yang dijadikan tempat hijrah oleh Nabi Ibrahim
(‘alayhisallam) adalah Syam.
Dalam hadits ini, terdapat kabar gembira kepada para sahabat kita yang
telah berhijrah dari Harran (sebuah wilayah di Iraq) dan tempat lainnya, menuju
tempat hijrah Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), dan mengikuti Millah-Ibrahim, dan
agama dari Nabi mereka Muhammad (sallallāhu ‘alayhi wa sallam). Demikian pula, hadits ini
berisi tentang penjelasan bahwa hijrah yang mereka lakukan setara dengan hijrah
yang dilakukan Shahabat Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) menuju Madinah, Karena hijrah
itu dilakukan dimanapun para Nabi itu berada dan meninggalkan dampak. Dan bumi
tempat hijrah Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), telah disiapkan bagi kita setara
dengan bumi hijrah Nabi kita Muhammad (sallallāhu ‘alayhi wa sallam), karena hijrah menuju Madinah
telah terhenti setelah penaklukkan Makkah” [Majmū’ul-fatāwā].
Abdullāh Ibn Hawālah (radiyallāhu ‘anh)
berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda, “Urusan ini akan terus berjalan sampai kalian
menjadi pasukan- pasukan: pasukan di Syam, pasukan di Yaman, dan pasukan di
Iraq.”
Ibn Hawalah berkata, “Pilihkanlah untukku [bergabung dengan pasukan
yang mana] jika aku menemui saat itu.” Beliau menjawab, “Pergilah menuju Syam,
karena itu adalah bumi Allah yang terbaik dan Dia akan menarik hamba-hamba-Nya
yang terbaik menuju bumi Syam. Dan jika kamu enggan, maka pergilah ke Yaman dan
minumlah dari sumur-sumurmu. Sesungguhnya Allah telah menjamin bagiku bahwa Dia
akan menaungi Syam dan penduduknya.” [sahīh– diriwayatkan oleh Imām Ahmad, Abū Dāwūd, al-Hākim].
Jadi mereka yang meninggalkan kabilah-kabilah mereka –sebaik-baik
hamba Allah- berkumpul bersama dengan seorang Imam dan sebuah Jama’ah diatas
Millah-Ibrahim. Mereka berkumpul bersama di bumi Malahim sesaat sebelum
terjadinya al-Malhamah Kubra, mengumumkan permusuhan mereka dan kebenciannya
terhadap para penyembah salib, Murtaddin, salib-salibnya,
perbatasanperbatasannya, dan kotak-kotak suaranya, Dan mereka memberikan
baiatnya kepada Khilafah, berjanji untuk mempertahankannya sampai mati.
Kemudian mereka dimusuhi dan ditinggalkan oleh “Hakimul ummah” (doktor
Aiman adz-Dzawahiry, -pen), “para pemikir”, dan “para senior” yang telah
melabeli mereka dengan sematan Khawarij, Haruriyyah (cabang dari khawarij),
Hashashin (sekte syiah isma’iliyyah), cucu dari Ibn Muljim (khawarij yang
membunuh khalifah Ali Ibn Abi Thalib), dan anjing-anjing Neraka!
Jadi jika para muhajirin dari Daulah Islam yang berjumlah ribuan itu
adalah anjing-anjing Neraka, maka siapakah yang dimaksudkan dalaM hadits
sebagai “Mereka yang memisahkan diri dari Kabilah-kabilah mereka” dan “sebaik Baik
hamba Allah”?
Terlepas dari mereka, disana tidak ada Muhajirin lain yang tersisa di
bumi Syam, kecuali sejumlah kecil yang hatinya merindukan Daulah Islam dan
untuk memberikan baiatnya kepada Imam.
Kemudian yang akan tetap berada diluar Daulah Islam hanyalah mereka
yang membentengi dirinya dengan bukit bergelombang yang dipenuhi dengan
kedengkian dan kesombongan, sampai dia tenggelam dalam metodologi para
munafiqin, penyebar gossip, dan berhati lemah, dan dia membantu para Shahawat
murtaddin, mengikuti rukhsah (keringanan) yang mengantarkannya menuju bid’ah.
Kita meminta ampunan kepada Allah dan kesejahteraan baik di dunia
maupun di akhirat.
______Footnote______
[1] Bagi seseorang yang pergi
menuju sebuah wilayah diluar Syam untuk berjihad atas perintah Amir,
perjalanannya adalah bentuk ketaaatan yang mana tidak akan menggugurkan
hijrahnya menuju Syam atau kependudukannya di Syam. Jika begini keadaannya maka
jika dia terbunuh diluar Syam, sebagaimana para Shahabat yang terbunuh ketika
mereka sedang menyerbu musuh dan menghantam barisan musuh di luar Madinah, meskipun
telah berhijrah menuju Madinah dan meskipun Madinah lebih utama daripada
seluruh tempat di bumi kecuali Makkah.Dan Madinah lebih utama daripada Syam.
Sebagaimana juga bagi
Mujahidin Iraq yang yang menjaga garis depan, kemudian Allah jalla wa a’la
berfirman, {Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada
di sekitar kalian itu} [At-Tawbah: 123].
Ibn Kathir (rahimahullah
berkata, “Allah ta’ala telah memerintahkan orang-orang beriman untuk memerangi
orang-orang kafir satu persatu,
dimulai dari mereka yang terdekat dengan biladul muslimin, kemudian yang terdekat
selanjutnya dan seterusnya” [Tafsīr Ibn Kathīr].
Cara yang paling baik untuk mematuhi perintah
dari ayat ini adalah agar setiap pasukan menjaga garis depan yang paling dekat
dengannya, dibawah perintah amirnya. Sebenarnya ini adalah sebuah kewajiban
yang memenuhi kebutuhan jihad pada era kita ini. Terlebih lagi, mereka sedang
melakukan suatu kewajiban (khususnya karena ini adalah respon terhadap perintah
dari amir, karena ketaatan kepada amir juga merupakan bentuk ketaatan kepada Allah),
sedangkan yang berbeda di Syam,-khususnya bagi mereka- akan menjadi sebuah
keutamaan, bukan sebuah kewajiban. Dan jika mereka meninggalkan Garis depan (di
Iraq) para Rafidhah –sekutu dari nusayriyyah akan mengambil alih Iraq dan
kemudian Syam, dan kemudian Jazirah Arab. Memilih kepada sesuatu yang ‘utama’
melebihi sesuatu yang ‘diwajibkan’ adalah sebuah talbis yang lakukan oleh
Shaytan, agar hamba Allah tersebut melewatkan amalan terbaik yang dapat
mendekatkan dirinya kepada Rabbnya –amal Fardhu. Dan siapapun yang menjaga Garis
depan di Iraq akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari Iraq dan Syam dari
Allah- yaitu Jannah(surga), yang seluas langit dan bumi dan ridho dari Allah
yang mana ini adalah suatu kemuliaan.
Source: DABIQ 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar