7/03/2019

DAULAH ISLAM SEBELUM AL MALHAMAH


DAULAH ISLAM
SEBELUM AL-MALHAMAH
(MUHAJIRIN KE BUMI MALAHIM)


Imam Abu Mus’ab Az-Zarqawi (rahimahullah) berkata: “Sungguh aku bersumpah demi Dzat yang kelak aku akan kembali kepada-Nya, jihad yang sejati di Irak tidak akan pernah terwujud tanpa keberadaan para muhajirin, putera-putera umat yang dermawan, yang keluar meninggalkan kabilah-kabilah mereka, yang membela Allah dan Rasul-Nya (sallallāhu alayhi wa sallam). Maka jangan sampai kalian kehilangan mereka, sebab hilangnya mereka berarti hilangnya kekuatan kalian. Hilangnya mereka berarti hilang pula berkah dan kelezatan jihad. Maka sungguh kalian tidak bisa lepas dari mereka, sebagaimana mereka pun tidak bisa terlepas dari kalian.” [Takkan kubiarkan Dien ini tergerogoti, selagi aku masih hidup].

Segala puji bagi Allah, yang Maha Agung lagi Maha Mulia, dan semoga shalawat serta salam dilimpahkan kepada Nabi yang banyak tersenyum lagi banyak berperang, Muhammad serta kepada ahli bait-nya yang mulia lagi suci. Amma ba’du, Jika para muwahhid mencari di setiap buku yang ditulis oleh para ahli sejarah, dia tidak akan menemukan kisah dari negara manapun yang mirip seperti Daulah Islam, terutama sebagaimana Daulah ini muncul setelah kebangkitannya di bawah sayap kepemimpinan Amirul-mu’minin Abu Bakr (Semoga Allah menolongnya dan meneguhkannya). Adakah negara manapun yang didirikan dalam sejarah manusia dengan cara yang sama seperti kebangkitan1 Daulah Islam dengan ekspansinya ke bumi Syam?

Renungkanlah -semoga Allah merahmati kalian-Daulah yang pernah ada didalam sejarah, baik itu Daulah Islam atau Daulah Kuffar. Adakah diantara Daulah itu yang didirikan dengan Hijrahnya orang-orang asing dan miskin dari Timur dan Barat, yang mana kemudian mereka berkumpul dalam sebuah “Bumi peperangan yang Asing” lalu mereka memberikan baiatnya kepada seorang laki-laki yang “tidak dikenal” oleh mereka, sedangkan bersamaan dengan itu terjadi perang politik, ekonomi, militer, media dan intellijen yang sedang dilancarkan oleh seluruh Negara di dunia ini terhadap agama mereka, Daulah mereka, dan Hijrah mereka? Dan walaupun faktanya bahwa mereka tidak memiliki “nasionalitas”, etnik, bahasa atau tujuan duniawi yang sama, bahkan mereka tidak saling mengenal sebelumnya! Fenomena ini adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam sejarah manusia, kecuali di dalam Daulah Islam! Dan tidak ada hal semacam ini yang akan terjadi setelahnya kecuali jika masih berhubungan dengannya; Wallahua’lam.

Bahkan dalam kasus Daulah Madinah, yang mana telah didirikan melalui darah para Sahabat (radhiallahu’anhum), lalu kebanykan para muhajirinnya adalah dari kabilah Quraisy. Mereka memiliki beberapa faktor yang menyatukan mereka, diantaranya faktor keturunan, pernihkahan, bahasa (dan dialek), saling mengenal, sejarah yang sama dan asal-usul yang sama yaitu bumi Hijaz. Mereka juga pada umumnya telah membagi banyak dari kesamaan ini dengan kabilah Anshar dari Madinah bahkan sebelum Islam2. Akan tetapi jika kalian pergi menuju medan-medan perang lain.., kalian akan menemukan para pasukan dan para komandan yang terdiri dari bermacam-mcam warna kulit, bahasa dan tempat asal; (diantaranya berasal dari): Najdi, Jordan, Tunisia, Mesir, Somalia, Turki, Albania, Checnya, Indonesia, Russia, Eropa, America, dan sebagainya. Mereka meninggalkan keluarga dan tanah air mereka untuk berjuang bersama Daulah para muwahhidin di bumi Syam, dan mereka tidak pernah mengenal satu sama lain kecuali setelah mereka tiba di bumi Syam, Saya tidak punya keraguan sedikitpun bahwa Daulah ini, -yang mana telah mengumpulkan jumlah Muhajirin terbesar di bumi Syam dan telah menjadi pengumpul muhajirin terbesar di dunia ini-adalah sebuah ‘keajaiban sejarah’ yang hanya akan muncul untuk membuka jalan bagi “Al-Malhamah Al Kubra” (Pertempuran terbesar menjelang hari kiamat). Wallahua’lam. Daulah Islam telah menjadi sebuah realita yang mana setiap orang dapat melihatnya. Bahkan para Murtaddin tidak dapat mengabaikan ancamannya, apalagi para penyembah Salib dan para Yahudi. Namun bagi mereka yang secara palsu mengaku terkait dengan jalan jihad, malah berpaling dari Daulah islam, bahkan secara terbuka mengumumkan permusuhannya terhadap Daulah Islam dalam sebuah ‘kompetisi yang ajaib‘ bersama-sama dengan para salibis dan murtaddin.
Subhanallah, betapa sangat berharga Daulah Islam ini! Dan sungguh dahsyat nikmat yang diberikan oleh Allah dengan membimbing Daulah Islam dan menganugerahkan kepadanya dengan persaudaraan para muhajirin yang mana mereka akan terjun ke dalam al-Malahim! Agama seseorang sesuai dengan agama teman-teman dekatnya, dan tidaklah dia mencintai seseorang kecuali pasti dia akan dikumpulkan bersamanya pada ‘Hari Kebangkitan‘,baik suka maupun tidak suka.



BAGIAN 2 :
MEREKA YANG BERPISAH
DARI KABILAH MEREKA

Ibn Mas’ūd (radiyallāhu ‘anh) berkata bahwa Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awal mula kedatangannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. Ada yang bertanya, Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang asing?”. Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah (suku-suku) mereka.” [Riwayat Imam Ahmad, ad-Darimi, dan Ibn Majah, dengan sanad Shahih]

Imām Abū Musab az-Zarqāwī (rahimahullah) berkata, Allah telah menggambarkan para Ghuraba(orang-orang asing) ini dengan beberapa karakteristik, diantara adalah mereka nuzza dari orang -orang, atau nuzza dari kabilah mereka. Kata ‘nuzza’ adalah bentuk jamak dari ‘nazi’ dan arti dari ‘nazi’ adalah orang asing yang memisahkan diri dari keluarga dan kabilahnya [artinya dia pergi dan menjauhkan dirinya dari mereka], dan ‘naza’i’ dari unta memaksudkan dengan para muhajirin yang telah ‘Dengan hadits ini Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) Allah taala [al-Qābidūna alal-Jamr].

Al-Baghawī (rahimahullāh) berkata dalam Syarhus-Sunnah, Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) memaksudkan dengan para muhajirin yang telah meninggalkan tanah air mereka dan berhijrah demi Allah ‘azza wa jall.” Ibnul-Atsir (rahimahullah) juga menyatakan demikian dalam “an-Nihayah.” As –Sindi menyatakan bahwa mereka adalah “Mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk menegakkan Sunnah-sunnah Islam” [Kifāyatul-Hājah].

Al-Kalābādhī berkata, Jadi jika situasinya demikian [maksudnya, dien ini telah menjadi asing bagi manusia], maka orang-orang yang beriman diantara  manusia adalah ibarat orang-orang beriman pada masa Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam). Maka seseorang yang meninggalkan kabilahnya maka dia adalah seorang Muhajir yang berpisah dari keluarganya, hartanya dan tanah airnya, dan beriman kepada Allah dan membenarkan kejujuran (ucapan) Nabinya. Allah telah memuji orang--orang yang beriman atas iman mereka terhadap yang ghaib, sebagaimana Allah berfirman, {Mereka yang beriman kepada yang ghaib} [Al-Baqarah: 3]. Para shahabat Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) beriman kepada apa yang mereka saksikan dan juga apa yang tidak bisa mereka saksikan, dengan keimanan mereka kepada Allah dan Hari Kiamat tanpa pernah menyaksikan keduanya, dan mereka beriman kepada Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) setelah melihat dan menyaksikan beliau. Wahyu telah diturunkan kepada beliau ditengah-tengah para Shahabat, dan mereka melihat tanda-tanda dan menyaksikan mu’jizat.

 ‘Golongan akhir’ dari Umat ini beriman kepada apa yang diimani oleh ‘golongan umat awal’ terhadap hal yang ghaib, dan beriman kepada apa yang diimani oleh golongan awal dari umat sebagai saksi mata. Golongan akhir ini beriman kepada Rasulullah (sallallāhualayhi wa sallam), sedangkan mereka tidak pernah menyaksikan beliau (sallallāhualayhi wa sallam), dan karena itulah mereka menjadi orang-orang yang paling menakjubkan dalam keimanannya, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits dari Ibn ‘Abbās (radiyallāhu ‘anhumā) bahwa Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, ‘Orang yang paling menakjubkan imannya adalah orang--orang yang datang sesudah (wafatnya) aku. Mereka beriman kepadaku tanpa pernah melihatku. Dan mereka membenarkanku pernah melihatku. Mereka itulah saudara- saudaraku.’ ’ [riwayat Imam Ahmad]” [Ma’ani al Akhbar].

Ibnul-Qayyim (rahimahullāh) berkata, “Sesungguhnya Allah subhānahū mengutus Rasul-Nya, sementara manusia di bumi sedang mengikuti bermacam-macam agama. Diantara mereka ada penyembah berhala, penyembah api, penyembah gambar, penyembah salib, Yahudi, Mandaean, dan aliran filsafat. Ketika Islam pertama kali muncul, Islam merupakan sesuatu yang aneh, dan bagi siapapun yang memeluknya dan menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya menjadi seseorang yang asing di wilayahnya, kabilahnya, keluarganya, dan sukunya. Jadi mereka yang menyambut da’wah Islam meninggalkan kabilahnya.

Sebetulnya, para individu itu lah yang hijrah dari kabilah dan suku mereka, dan masuk Islam. Oleh karena itu, pada hakikatnya mereka adalah orang-orang asing, sampai Islam telah Nampak, da’wahnya tersebar, dan orangorang berbondong-bondong memasukinya, setelah itu mereka tidak menjadi asing lagi. Lalu Islam mulai terpecah dan memudar, sampai kembali  menjadi sesuatu yang asing sebagaimana awal mulanya. Sebenarnya, Islam yang sejati yang ada pada Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) dan para Shahabatnya, adalah sesuatu yang jauh lebih asing hari ini, daripada ketika awal kemunculannya, bahkan jika wajah dan karakteristiknya diketahui dan terkenal. Karena Islam yang sejati itu sangat-sangat asing, dan pengikutnya adalah yang paling asing diantara orang-orang asing yang ada diantara manusia.”  [Madārijus Sālikīn].
Jadi, orang-orang asing (al Ghuraba’) adalah mereka yang pergi meninggalkan keluarganya dan tanah airnya, berhijrah demi ridho Allah dan demi menegakkan Dien-Nya. Pada zaman ‘ghutsā as-sayl, mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang paling menakjubkan imannya, dan yang paling asing dari keseluruhan makhluk yang ada.


BAGIAN 3
SYAM ADALAH BUMI MALAHIM


Kemudian, para nuzza’1 ] berkumpul di Syam, bumi malahim dan bumi dari al-Malhamah al-Kubra.
Rasulullah (sallallāhu alayhi wasallam) telah mengkabarkan tentang pertempuran yang akan terjadi di Syam dan sekitarnya, seperti al-Ghutah, Damaskus, Dābiq (atau al-Amāq), sungai Eufrat, dan Konstantinopel (yang mana berada di dekat Syam), dan juga Baytul-Maqdis (Jerusalem), pintu gerbang Lod, danau Tiberius, sungai Jordan, Bukit Sinai, dan sebagainya. Dan beliau (sallallāhu alayhi wa sallam) telah mengaitkan bumi yang berbarokah ini (Syam) dengan banyak kejadian yang berhubungan dengan al-Masih (Nabi Isa), Al-Mahdi dan Dajjal.

Abu-Darda’ (radhiyallahu ‘anh) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, “Sesungguhnya benteng kaum muslimin pada hari al-Malhamah al-Kubra (pertempuran terbesar di akhir zaman) berada di al-Ghutah, di samping kota yang bernama Damaskus, salah satu kota terbaik di Syam” [shahih – diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, and al-Hakim].
Abdullah Ibn ‘Amr (radhiallahu’anhuma) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, Aku melihat tiang dari al-Kitab diambil dari bawah bantalku, maka aku mengikutinya dan ada sebuah cahaya bersinar yang mengarah menuju Syam. Sesungguhnya iman pada saat terjadi fitnah, adalah di Syam” [Shahih – diriwayatkan oleh al-Hakim].

Abu Dzar (radhiallahu’anh) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, Syam adalah bumi termpat berkumpul dan menyebar [maksudnya tempat Hari Kebangkitan] [sahih-diriwayatkan oleh al-Bazzar dan yang lainnya].

Syaikh Hamūd at-Tuwayjirī (rahimahullāh), dalam mengomentari beberapa riwayat mengenai fitnah dan pertempuran di Syam, berkata “Dalam riwayat-riwayat ini adalah bukti bahwa Kelompok ath-Thaifah al-Mansūrah (kelompok yang akan dimenangkan oleh Allah) akan berada di Syam pada saat mendekati kiamat nanti, karena Khilafah akan tegak disana.

Mereka akan terus berada disana dan tetap menampakkan kebenaran sampai Allah mengirimkan angin lembut dan mencabut nyawa dari setiap orang yang memiliki iman di hatinya, sebagaimana yang telah ada dalam riwayat sahih bahwa Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, Sampai Allah mendatangkan keputusannya sementara mereka tetap dalam kondisi demikian” [Ithāful-Jamā’ah].

_______footnote_______
[1] Imam Abu Mus’ab az-Zarqawi (rahimahullah) berkata, “Allah telah menggambarkan para Ghuraba’ (orang-orang asing) ini dengan beberapa karakteristik, diantara adalah mereka ‘nuzza’ dari orang-orang, ataun ‘nuzza’ dari kabilah mereka. Kata ‘nuzza’ adalah bentuk jamak dari ‘nazi’ dan arti dari ‘nazi’ adalah orang asing yang memisahkan diri dari keluarga dan kabilahnya [artinya dia pergi dan menjauhkan dirinya dari mereka], dan ‘nazai’ dari unta-unta adalah orang luar. Al-Harawi (rahimahullah) berkata, “dengan hadits ini Rasulullah (sallallāhu ‘alayhi wa sallam) memaksudkan dengan para muhajirin yang telah meninggalkan tanah air mereka dan berhijrah demi Allah ta’ala” [al-Qabiduna’alal-Jamr].


BAGIAN 4 :
HIJRAH KE SYAM ADALAH
DARI MILLAH IBRAHIM

Hijrahnya para Ghuraba’(orang-orang yang asing) menuju Syam adalah dalam rangka mengikuti Millah Ibrahim (‘alayhisallam) yang telah memberi suri teladan dalam menyatakan permusuhan dan kebencian terhadap kaum musyrikin dan tawaghit mereka.

Abdullāh Ibn Amr (radiyallāhu anhumā) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, “Akan ada hijrah setelah hijrah. Orang-orang terbaik di muka bumi adalah mereka yang tinggal di tempat hijrahnya nabi Ibrahim (Syam). Lalu yang akan tersisa di bumi (selain Syam) adalah seburuk-buruk manusia. Bumi memuntahkan mereka, Allah akan membenci mereka, dan api akan mengumpulkan mereka bersama kera dan babi.” [hasan – diriwayatkan oleh Imām Ahmad, Abū Dāwūd, dan al-Hākim]

Perkataan Rasulullah, “Lalu yang akan tersisa di bumi (selain Syam) adalah seburuk-buruk manusia…[sampai akhir hadits]” mengacu kepada periode setelah “Allah mengirimkan angin lembut yang mencabut nyawa setiap orang yang memiliki iman dalam hatinya walau seberat biji sawi. Kemudian yang tersisa hanyalah mereka yang tidak memiliki kebaikan apapun dalam diri mereka” [Shahih Muslim].

Dalam riwayat lain, “Jadi angin lembut itu menggenggam mereka dibawah ketiaknya, mencabut nyawa dari setiap orang yang beriman dan setiap muslim. Dan di sana hanya akan tersisa seburuk-buruk manusia, yang berzina seperti para kera [melakukan perzinaan dihadapan umum]. Maka atas merekalah Hari kiamat akan ditegakkan” [Shahih Muslim].

Dan dalam riwayat lain, “Allah akan mengirim angin dingin dari arah Syam, maka tidak seorangpun yang akan tersisa di muka bumi yang memiliki iman atau kebaikan walau hanya seberat biji sawi kecuali akan dicabut (nyawanya) oleh angin itu. Bahkan jika seseorang diantara kalian bersembunyi ditengah tengah gunung sekalipun, angin itu akan memasukinya sampai mencabut nyawanya. Lalu disana hanya akan tersisa seburuk buruk manusia, yang memiliki kelincahan seperti burung (begitu cepatnya dalam melakukan maksiat dan memuaskan hawa nafsunya) dan akal yang sekejam - binatang predator (dalam permusuhan dan penindasan satu sama lain). Mereka tidak memiliki kebaikan apapun, mereka juga tidak mengingkari kejahatan apapun.” [Shahih Muslim]

Angin lembut ini mencabut setiap nyawa dari orang beriman diseluruh muka bumi : Al-Hijaz, Iraq, Yaman, Syam, dan seterusnya. Angin ini akan dikirim ke permukaan dalam beberapa tahun setelah kematian Dajjal dan wafatnya Nabi Isa al-Masih (‘alayhisallam) Syaikhul Islam Ibn Taymiyyah (rahimahullah) berkata, “Islam pada saat mendekati Hari Kiamat akan lebih berwujud di Syam.[…] Jadi orang-orang terbaik di muka bumi pada akhir zaman adalah mereka yang - tinggal di tempat hijrahnya Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), yang mana itu adalah Syam” [Majmūul-Fatāwā].

Ibn Taymiyyah (rahimahullah) juga berkata, “Maka beliau mengkabarkan bahwa penduduk terbaik di muka bumi adalah mereka yang mendiami tempat hijrah Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), berbeda dengan orang-orang yang hanya melewatinya atau malah meninggalkannya[1]. Bumi yang dijadikan tempat hijrah oleh Nabi Ibrahim (‘alayhisallam) adalah Syam.

Dalam hadits ini, terdapat kabar gembira kepada para sahabat kita yang telah berhijrah dari Harran (sebuah wilayah di Iraq) dan tempat lainnya, menuju tempat hijrah Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), dan mengikuti Millah-Ibrahim, dan agama dari Nabi mereka Muhammad (sallallāhu alayhi wa sallam). Demikian pula, hadits ini berisi tentang penjelasan bahwa hijrah yang mereka lakukan setara dengan hijrah yang dilakukan Shahabat Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) menuju Madinah, Karena hijrah itu dilakukan dimanapun para Nabi itu berada dan meninggalkan dampak. Dan bumi tempat hijrah Nabi Ibrahim (‘alayhisallam), telah disiapkan bagi kita setara dengan bumi hijrah Nabi kita Muhammad (sallallāhu alayhi wa sallam), karena hijrah menuju Madinah telah terhenti setelah penaklukkan Makkah [Majmūul-fatāwā].

Abdullāh Ibn Hawālah (radiyallāhu anh) berkata bahwasanya Rasulullah (sallallāhu alayhi wa sallam) bersabda, Urusan ini akan terus berjalan sampai kalian menjadi pasukan- pasukan: pasukan di Syam, pasukan di Yaman, dan pasukan di Iraq.

Ibn Hawalah berkata, “Pilihkanlah untukku [bergabung dengan pasukan yang mana] jika aku menemui saat itu.” Beliau menjawab, “Pergilah menuju Syam, karena itu adalah bumi Allah yang terbaik dan Dia akan menarik hamba-hamba-Nya yang terbaik menuju bumi Syam. Dan jika kamu enggan, maka pergilah ke Yaman dan minumlah dari sumur-sumurmu. Sesungguhnya Allah telah menjamin bagiku bahwa Dia akan menaungi Syam dan penduduknya.” [sahīh diriwayatkan oleh Imām Ahmad, Abū Dāwūd, al-Hākim].

Jadi mereka yang meninggalkan kabilah-kabilah mereka –sebaik-baik hamba Allah- berkumpul bersama dengan seorang Imam dan sebuah Jama’ah diatas Millah-Ibrahim. Mereka berkumpul bersama di bumi Malahim sesaat sebelum terjadinya al-Malhamah Kubra, mengumumkan permusuhan mereka dan kebenciannya terhadap para penyembah salib, Murtaddin, salib-salibnya, perbatasanperbatasannya, dan kotak-kotak suaranya, Dan mereka memberikan baiatnya kepada Khilafah, berjanji untuk mempertahankannya sampai mati.

Kemudian mereka dimusuhi dan ditinggalkan oleh “Hakimul ummah” (doktor Aiman adz-Dzawahiry, -pen), “para pemikir”, dan “para senior” yang telah melabeli mereka dengan sematan Khawarij, Haruriyyah (cabang dari khawarij), Hashashin (sekte syiah isma’iliyyah), cucu dari Ibn Muljim (khawarij yang membunuh khalifah Ali Ibn Abi Thalib), dan anjing-anjing Neraka!

Jadi jika para muhajirin dari Daulah Islam yang berjumlah ribuan itu adalah anjing-anjing Neraka, maka siapakah yang dimaksudkan dalaM hadits sebagai “Mereka yang memisahkan diri dari Kabilah-kabilah mereka” dan “sebaik Baik hamba Allah”?

Terlepas dari mereka, disana tidak ada Muhajirin lain yang tersisa di bumi Syam, kecuali sejumlah kecil yang hatinya merindukan Daulah Islam dan untuk memberikan baiatnya kepada Imam.

Kemudian yang akan tetap berada diluar Daulah Islam hanyalah mereka yang membentengi dirinya dengan bukit bergelombang yang dipenuhi dengan kedengkian dan kesombongan, sampai dia tenggelam dalam metodologi para munafiqin, penyebar gossip, dan berhati lemah, dan dia membantu para Shahawat murtaddin, mengikuti rukhsah (keringanan) yang mengantarkannya menuju bid’ah.

Kita meminta ampunan kepada Allah dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

______Footnote______
[1] Bagi seseorang yang pergi menuju sebuah wilayah diluar Syam untuk berjihad atas perintah Amir, perjalanannya adalah bentuk ketaaatan yang mana tidak akan menggugurkan hijrahnya menuju Syam atau kependudukannya di Syam. Jika begini keadaannya maka jika dia terbunuh diluar Syam, sebagaimana para Shahabat yang terbunuh ketika mereka sedang menyerbu musuh dan menghantam barisan musuh di luar Madinah, meskipun telah berhijrah menuju Madinah dan meskipun Madinah lebih utama daripada seluruh tempat di bumi kecuali Makkah.Dan Madinah lebih utama daripada Syam.
Sebagaimana juga bagi Mujahidin Iraq yang yang menjaga garis depan, kemudian Allah jalla wa a’la berfirman, {Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu} [At-Tawbah: 123].
Ibn Kathir (rahimahullah berkata, “Allah ta’ala telah memerintahkan orang-orang beriman untuk memerangi orang-orang kafir satu persatu, dimulai dari mereka yang terdekat dengan biladul muslimin, kemudian yang terdekat selanjutnya dan seterusnya” [Tafsīr Ibn Kathīr].
Cara yang paling baik untuk mematuhi perintah dari ayat ini adalah agar setiap pasukan menjaga garis depan yang paling dekat dengannya, dibawah perintah amirnya. Sebenarnya ini adalah sebuah kewajiban yang memenuhi kebutuhan jihad pada era kita ini. Terlebih lagi, mereka sedang melakukan suatu kewajiban (khususnya karena ini adalah respon terhadap perintah dari amir, karena ketaatan kepada amir juga merupakan bentuk ketaatan kepada Allah), sedangkan yang berbeda di Syam,-khususnya bagi mereka- akan menjadi sebuah keutamaan, bukan sebuah kewajiban. Dan jika mereka meninggalkan Garis depan (di Iraq) para Rafidhah –sekutu dari nusayriyyah akan mengambil alih Iraq dan kemudian Syam, dan kemudian Jazirah Arab. Memilih kepada sesuatu yang ‘utama’ melebihi sesuatu yang ‘diwajibkan’ adalah sebuah talbis yang lakukan oleh Shaytan, agar hamba Allah tersebut melewatkan amalan terbaik yang dapat mendekatkan dirinya kepada Rabbnya –amal Fardhu. Dan siapapun yang menjaga Garis depan di Iraq akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari Iraq dan Syam dari Allah- yaitu Jannah(surga), yang seluas langit dan bumi dan ridho dari Allah yang mana ini adalah suatu kemuliaan.

Source: DABIQ 3 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ

TALBIS IBLIS Terhadap Golongan KHAWARIJ Oleh: Ibnul Jauzi Orang Khawarij yang pertama kali dan yang paling buruk keadaannya ada...